Minggu, 28 September 2014

Gangguan Bipolar Disorder

Bipolar disorder adalah jenis penyakit psikologi, ditandai dengan perubahan mood (alam perasaan) yang sangat ekstrim, yaitu berupa depresi dan mania. Pengambilan istilah bipolar disorder mengacu pada suasana hati penderitanya yang dapat berganti secara tiba-tiba antara dua kutub (bipolar) yang
berlawanan yaitu kebahagiaan (mania) dan kesedihan (depresi) yang ekstrim. Setiap orang pada umumnya pernah mengalami suasana hati yang baik (mood high) dan suasana hati yang buruk (mood low). Akan tetapi , seseorang yang menderita bipolar disorder memiliki mood swings yang ekstrim yaitu pola perasaan yang mudah berubah secara drastis. Suatu ketika, seorang pengidap bipolar disorder bisa merasa sangat antusias dan bersemangat (mania). Namun, ketika mood-nya berubah buruk, ia bisa sangat depresi, pesimis, putus asa, bahkan sampai mempunyai keinginan untuk bunuh diri (depresi). Dahulu, penyakit ini disebut dengan "manic- depressive". Suasana hati meningkat secara klinis disebut sebagai mania atau, jika ringan, hypomania . Individu yang mengalami episode mania juga sering mengalami episode depresi, atau gejala, atau episode campuran dimana kedua fitur mania dan depresi hadir pada waktu yang sama. Episode ini biasanya dipisahkan oleh periode "normal" suasana hati (mood) , tetapi, dalam beberapa depresi, individu dan mania mungkin berganti dengan sangat cepat, yang dikenal sebagai “rapid-cycle”. Manic episode Ekstrim kadang-kadang dapat menyebabkan gejala psikotik seperti delusi dan halusinasi .Episode manik biasanya mulai dengan tiba-tiba dan berlangsung antara dua minggu sampai lima bulan. Sedangkan depresi cenderung berlangsung lebih lama. Episode hipomanik mempunyai derajat yang lebih ringan daripada manik. Gangguan tersebut telah dibagi menjadi bipolar I , bipolar II, cyclothymia , dan jenis lainnya, berdasarkan sifat dan pengalaman tingkat keparahan episode mood; kisaran sering digambarkan sebagai spektrum bipolar. Bisa dikatakan bahwa insiden gangguan bipolar tidak tinggi antara 0,3-1,5 persen. Tapi angka tersebut belum termasuk yang misdiagnosis (biasa terdiagnosis sebagai skizofrenia). Gangguan jiwa bipolar saat ini sudah menjangkiti sekitar 10 hingga 12 persen remaja di luar negeri. Di beberapa kota di Indonesia juga mulai dilaporkan penderita berusia remaja. Resiko kematian terus membayangi penderita bipolar dan itu lebih karena mereka mengambil jalan pintas. Episode pertama bisa timbul mulai dari masa kanak-kanak sampai tua. Kebanyakan kasus terjadi pada dewasa muda berusia 20-30 tahun. Semakin dini seseorang menderita bipolar, risiko penyakit akan lebih berat, berkepanjangan, bahkan sering kambuh. Sementara anak-anak berpotensi
mengalami perkembangan gangguan ini ke dalam bentuk yang lebih parah dan sering bersamaan dengan gangguan hiperaktif defisit atensi. Orang yang berisiko mengalami gangguan bipolar adalah mereka yang mempunyai anggota keluarga mengidap penyakit bipolar. Tanda dan gejala Bipolar disorder dapat terlihat sangat berbeda pada orang yang berbeda. Gejala bervariasi dalam pola mereka, keparahan, dan frekuensi. Beberapa orang lebih rentan terhadap baik mania atau depresi, sementara yang lain bergantian sama antara dua jenis episode. Beberapa gangguan mood sering, sementara yang
lain hanya mengalami sedikit selama seumur hidup. Ada empat jenis mood episode dalam Bipolar Disorder: mania, hypomania, depresi, dan episode campuran. Setiap jenis mood episode bipolar disorder memiliki gejala yang unik. Tanda dan Gejala Mania Gejala-gejala dari tahap mania bipolar disorder adalah sebagai berikut:
1. Gembira berlebihan
2. Mudah tersinggung sehingga mudah marah
3. Merasa dirinya sangat penting
4. Merasa kaya atau memiliki kemampuan lebih dibanding orang lain
5. Penuh ide dan semangat baru
6. Cepat berpindah dari satu ide ke ide lainnya
7. Seperti mendengar suara yang orang lain tak dapat mendengar
8. Nafsu seksual meningkat
9. Menyusun rencana yang tidak masuk akal
10. Sangat aktif dan bergerak sangat cepat
11. Berbicara sangat cepat sehingga sukar dimengerti apa yang dibicarakan
12. Menghamburkan uang
13. Membuat keputusan aneh dan tiba- tiba, namun cenderung membahayakan
14. Merasa sangat mengenal orang lain
15. Mudah melempar kritik terhadap orang lain
16. Sukar menahan diri dalam perilaku sehari-hari
17. Sulit tidur
18. Merasa sangat bersemangat, seakan- akan 1 hari tidak cukup 24 jam
Tanda dan Gejala Hypomania
Hypomania adalah bentuk kurang parah mania. Orang-orang dalam keadaan hypomanic merasa gembira, energik, dan produktif, tetapi mereka mampu meneruskan kehidupan mereka sehari- hari dan mereka tidak pernah kehilangan kontak dengan realitas. Untuk yang lain, mungkin tampak seolah-olah orang dengan hypomania hanyalah dalam suasana hati yang luar biasa baik. Namun,
hypomania dapat menghasilkan keputusan yang buruk yang membahayakan hubungan, karier, dan reputasi. Selain itu, hypomania sering kali dapat "naik kelas" untuk mania penuh dan terkadang dapat diikuti oleh episode depresi besar. Tahap hipomania mirip dengan mania. Perbedaannya adalah penderita yang berada pada tahap ini merasa lebih tenang seakan-akan telah kembali normal serta tidak mengalami halusinasi dan delusi. Hipomania sulit untuk didiagnosis karena terlihat seperti kebahagiaan biasa, tapi membawa resiko yang sama dengan mania.Gejala-gejala dari tahap hipomania bipolar disorder adalah sebagai berikut:
1. Bersemangat dan penuh energi, muncul kreativitas.
2. Bersikap optimis, selalu tampak gembira, lebih aktif, dan cepat marah.
3. Penurunan kebutuhan untuk tidur.
Tanda dan Gejala Depresi Bipolar
Gejala-gejala dari tahap depresi bipolar disorder adalah sebagai berikut:
1. Suasana hati yang murung dan perasaan sedih yang berkepanjangan
2. Sering menangis atau ingin menangis tanpa alasan yang jelas
3. Kehilangan minat untuk melakukan sesuatu
4. Tidak mampu merasakan kegembiraan
5. Mudah letih, tak bergairah, tak bertenaga
6. Sulit konsentrasi
7. Merasa tak berguna dan putus asa
8. Merasa bersalah dan berdosa
9. Rendah diri dan kurang percaya diri
10. Beranggapan masa depan suram dan pesimistis
11. Berpikir untuk bunuh diri
12. Hilang nafsu makan atau makan berlebihan
13. Penurunan berat badan atau penambahan berat badan
14. Sulit tidur, bangun tidur lebih awal, atau tidur berlebihan
15. Mual sehingga berbicara pun susah karena menahan rasa mual, mulut kering, Susah BAB, dan terkadang diare
16. Kehilangan gairah seksual
17. Menghindari komunikasi dengan orang lain
Hampir semua penderita bipolar disorder mempunyai pikiran tentang bunuh diri dan 30% diantaranya berusaha untuk merealisasikan niat tersebut dengan berbagai cara.
Tanda dan Gejala Episode Campuran Sebuah episode bipolar disorder campuran dari kedua fitur gejala mania atau hypomania dan depresi. Tanda-tanda umum episode campuran termasuk depresi dikombinasikan dengan agitasi, iritabilitas, kegelisahan, insomnia, distractibility, dan pikiran berlomba (Flight of idea). Kombinasi energi tinggi dan rendah membuat suasana hati (mood) penderita beresiko yang sangat tinggi untuk bunuh diri. Dalam konteks bipolar disorder, episode
campuran (mixed state) adalah suatu kondisi dimana tahap mania dan depresi terjadi bersamaan. Pada saat tertentu, penderita mungkin bisa merasakan energi yang berlebihan, tidak bisa tidur, muncul ide-ide yang berlal-lalang di kepala, agresif, dan panik (mania). Akan tetapi, beberapa jam kemudian, keadaan itu berubah menjadi sebaliknya. Penderita merasa kelelahan, putus asa, dan berpikiran negatif terhadap lingkungan sekitarnya. Hal itu terjadi bergantian dan berulang-ulang dalam waktu yang relatif cepat. Alkohol, narkoba, dan obat-obat antipedresan sering dikonsumsi oleh penderita saat berada pada epiode ini. Mixed state bisa menjadi episode yang paling membahayakan penderita bipolar disorder. Pada episode ini, penderita paling banyak memiliki keinginan untuk bunuh diri karena kelelahan, putus asa, delusion, dan hallucination. Gejala-gejala yang diperlihatkan jika penderita akan melakukan bunuh diri antara lain sebagai berikut.
1. Selalu berbicara tentang kematian dan keinginan untuk mati kepada orang-orang di sekitarnya.
2. Memiliki pandangan pribadi tentang kematian.
3. Mengkonsumsi obat-obatan secara berlebihan dan alkohol.
4. Terkadang lupa akan hutang atau tagihan seperti; tagihan listrik, telepon. Penderita yang mengalami gejala-gejala tersebut atau siapa saja yang mengetahuinya sebaiknya segera menelepon dokter atau ahli jiwa, jangan meninggalkan penderita sendirian, dan jauhkan benda-benda atau peralatan yang beresiko dapat membahayakan penderita atau orang- orang disekelilingnya.
Faktor Penyebab Genetik
Gen bawaan adalah faktor umum penyebab bipolar disorder. Seseorang yang lahir dari orang tua yang salah satunya merupakan pengidap bipolar disorder memiliki resiko mengidap penyakit yang sama sebesar 15%-30% dan bila kedua orang tuanya mengidap bipolar disorder, maka 50%-75%. anak- anaknya beresiko mengidap bipolar disorder. Kembar identik dari seorang pengidap bipolar disorder memiliki resiko tertinggi kemungkinan berkembangnya penyakit ini daripada yang bukan kembar
identik. Penelitian mengenai pengaruh faktor genetis pada bipolar disorder pernah dilakukan dengan melibatkan keluarga dan anak kembar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sekitar 10-15% keluarga dari pasien yang mengalami gangguan bipolar disorder pernah mengalami satu episode gangguan mood. Fisiologis
1. Sistem Neurochemistry dan Mood
Disorders Salah satu faktor utama penyebab seseorang mengidap bipolar disorder adalah terganggunya keseimbangan cairan kimia utama di dalam otak. Sebagai organ yang berfungsi menghantarkan rangsang, otak membutuhkan neurotransmitter (saraf pembawa pesan atau isyarat dari otak ke bagian tubuh lainnya) dalam menjalankan tugasnya. Norepinephrin, dopamine, dan serotonin adalah beberapa jenis neurotransmitter yang penting dalam penghantaran impuls syaraf. Pada penderita bipolar disorder, cairan-cairan kimia tersebut berada dalam keadaan yang tidak seimbang. Sebagai contoh, suatu ketika seorang pengidap bipolar disorder dengan kadar dopamine yang tinggi dalam otaknya akan merasa sangat bersemangat, agresif, dan percaya diri. Keadaan inilah yang disebut fase mania. Sebaliknya dengan fase depresi. Fase ini terjadi ketika kadar cairan kimia utama otak itu menurun di bawah normal, sehingga penderita merasa tidak bersemangat, pesimis, dan bahkan keinginan untuk bunuh diri yang besar. Seseorang yang menderita bipolar disorder menandakan adanya gangguan pada sistem motivasional yang disebut dengan behavioral activation system (BAS). BAS memfasilitasi kemampuan manusia untuk memperoleh reward (pencapaian tujuan) dari lingkungannya. Hal ini dikaitkan dengan positive emotional states, karakteristik kepribadian seperti ekstrovert(bersifat terbuka), peningkatan energi, dan berkurangnya kebutuhan untuk tidur. Secara biologis, BAS diyakini terkait dengan jalur saraf dalam otak yang melibatkan dopamine dan perilaku untuk memperoleh reward. Peristiwa kehidupan yang melibatkan reward atau keinginan untuk mencapai tujuan diprediksi meningkatkan episode mania tetapi tidak ada kaitannya dengan episode depresi. Sedangkan peristiwa positif lainnya tidak terkait dengan perubahan pada episode mania.
2. Sistem Neuroendokrin
Area limbik di otak berhubungan dengan emosi dan mempengaruhi hipotalamus.Hipotalamus berfungsi mengontrol kelenjar endokrin dan tingkat hormon yang dihasilkan. Hormon yang dihasilkan hipotalamus juga mempengaruhi kelenjar pituarity. Kelenjar ini terkait dengan gangguan depresi seperti gangguan tidur dan rangsangan selera. Berbagai temuan mendukung hal tersebut, bahwa orang yang depresi memiliki tingkat dari cortisol (hormon adrenocortical) yang tinggi. Hal ini disebabkan oleh produksi yang berlebih dari pelepasan hormon rotropin oleh hipotalamus. Produksi yang berlebih dari cortisol pada orang yang depresi juga menyebabkan semakin banyaknya kelenjar adrenal. Banyaknya cortisol tersebut juga berhubungan dengan kerusakan pada hipoccampus dan penelitian juga telah membuktikan bahwa pada orang depresi menunjukkan hipoccampal yang tidak normal. Penelitian mengenai Cushing’s Syndrome juga dikaitkan dengan tingginya tingkat cortisol pada gangguan depresi
MENURUT psikiater yang bertugas di RSUD dr Soetomo dan pengajar di FK Unair dr Nalini M. Agung SpKJ(K), bipolar disorder II tergolong dalam gangguan jiwa berat. Penderita akan mengalami siklus mood yang sangat ekstrem. Dia kehilangan pemahaman (insight) tentang gangguan yang dideritanya serta kaitan relasi terhadap dirinya sendiri maupun dengan orang lain. Sebutan bipolar
disorder merujuk pada mereka yang mengalami episode perubahan mood secara ekstrem. ”Kalau ekstrem naik dia menjadi mania, kalau ekstrem turun menjadi depresi,” kata Nalini. Gangguan bipolar disorder II berarti siklus mood-nya berubah-ubah dalam beberapa siklus atau episode. Satu ketika menjadi hypomania atau mania, di waktu yang lain menjadi depresi. ”Siklus ini datangnya tidak ada yang memperkirakan. Bisa dalam hitungan tahun, bulan, minggu, atau jam,” ujarnya.
Dalam siklus mood itu juga bisa terdapat episode normal. Di situlah seorang penderita bisa menjalani kehidupan dengan baik dalam arti bisa menyadari apa yang dilakukannya. Menjaga agar penderita tetap normal atau terkontrol, sedikitnya tiga hal wajib dilakukan secara holistik. Yaitu, rutin minum obat yang telah diresepkan psikiater, lalu menjalani psikoterapi. Kemudian, terapi secara sosial-
budaya dan lingkungan dalam hal ini keluarga, pasangan, atau teman-teman harus mendukung pasien untuk menjalani hidup sehat dan normal. ”Lingkungan yang tidak mampu menerima pasien sehingga sering menghujani dengan kritik atau sebaliknya karena saking khawatirnya menjadi overprotektif malah memperburuk kondisi pasien,” jelas Nalini. Ciri-ciri pasien bipolar disorder II yang berada dalam fase hypomaniamenuju mania itu adalah merasakan gembira berlebihan, penuh semangat, banyak ide dan impian, suka ngomong, tidak bisa tenang, dan susah tidur. Selain itu, pasien merasa diri hebat, paling menarik, mengubah penampilan secara drastis, mendominasi, serta terjadi peningkatan nafsu seksual. ”Di fase ini pasien juga merasakan ada perubahan yang sangat cepat antara gembira dan sedih. Dia juga menjadi gampang marah dan penuh permusuhan,” tambah psikiater yang mendalami subspesialisasi women’s mental health dan menempuh pendidikan spesialisasi di FK Unair Surabaya itu. Ketika ada di episode depresi, yang terjadi adalah mood menurun. Mudah menangis, kehilangan semangat, merasa tidak berguna, putus asa, pikiran tentang
kematian, hingga pada satu titik muncul dorongan untuk bunuh diri. ”Baik fase naik mania maupun fase turun depresi, dua- duanya dilakukan pasien tanpa kesadaran diri (insight),” kata Nalini.
Penderita bipolar disorder II harus mendapatkan penanganan yang tepat. Berada dalam episode kambuh (relaps) membuat pasien membahayakan diri sendiri dan lingkungan. ”Bergembira berlebihan, lalu kemudian nafsu seks meningkat, jika bertemu dengan pria jahat kan kasihan jika sampai terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Juga, boros berlebihan serta mudah memberikan
barang-barang berharganya sehingga mudah dimanipulasi orang yang bermaksud tidak baik,” ujar Nalini. Nalini menegaskan, bipolar disorder II adalah gangguan (disorder). Bukan hanya karena ada masalah psikologis, tapi ada gangguan atau ketidakseimbangan neurotransmitter dalam otak. Khusus untuk perempuan, hati-hati ketika saat ada penurunan kadar hormon estrogen yang drastis (pasca melahirkan, perimenopause), kemungkinan kambuh besar sekali. Untuk itu, Nalini berharap pasien dengan derita itu dipandang tak jauh beda dengan pasien sakit fisik. ”Selama ini kan stigmanya gangguan jiwa itu karena masalah kejiwaan saja. Padahal, ada bagian dari tubuhnya yang juga
bermasalah,” ujar ibu dua anak tersebut. Dengan latar belakang itulah, penderita harus minum obat secara kontinu. Sampai kapan? Dalam jangka panjang. Ada yang harus seumur hidup, ada juga yang tidak. ”Bergantung pemeriksaan dokter. Biasanya, sebelum berhenti minum obat, dosisnya dikurangi sebagai maintenance saja. Saat itu pasien dan keluarganya juga diedukasi untuk mengenal tanda- tanda kambuh. Sehingga begitu kondisi itu datang, segera mencari pertolongan,” tutur Nalini.
Jika ada pasien yang merasa baik-baik saja tanpa obat dan melepaskan diri dari obat itu tanpa petunjuk dokter, Nalini menyebut kemungkinan kambuhnya akan besar. ”Satu sampai tiga bulan mungkin dia bisa ’bertahan’ normal karena dalam tubuhnya masih ada sisa-sisa obat yang dulu? Tapi, dalam tiga atau empat bulan kemudian atau lebih, pasien akan kambuh,” imbuh Nalini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar